20 PELANGGARAN HAM DAN SOLUSINYA
1.
Penembakan
Buruh Pt.Freeport Pelanggaran Ham
Kasus:
Pada hari Senin 10 Oktober 2011 pagi pukul
09.00 WPB terjadi penembakan di Terminal Bus Gorong-gorong. Insiden ini bermula
ketika ribuan karyawan yang sejak 15 September lalu menggelar aksi mogok kerja,
hendak naik menuju areal tambang di Tembagapura melalui terminal Gorong-gorong.
Namun, pihak manajemen Freeport dibantu aparat kepolisian menghadang.
Tujuan naik untuk menutup Freeport karena hingga saat ini manajemen tidak mau berunding. Lantas, saat menuju terminal bus Freeport, mereka dihadang dan kemudian ditembaki aparat. Tembakan dari Polisi kepada karyawan. Tembakan dari polisi mengenai karyawan berjumlah 8 Orang. 1 orang langsung Tewas ditempat, 2 Luka Parah dan lainnya luka ringan.
Tujuan naik untuk menutup Freeport karena hingga saat ini manajemen tidak mau berunding. Lantas, saat menuju terminal bus Freeport, mereka dihadang dan kemudian ditembaki aparat. Tembakan dari Polisi kepada karyawan. Tembakan dari polisi mengenai karyawan berjumlah 8 Orang. 1 orang langsung Tewas ditempat, 2 Luka Parah dan lainnya luka ringan.
Solusi:
Menyikapi tragedi kekerasan dan pelanggaran
hak asasi manusia
(HAM) yang terus berlangsung di tanah Papua,
khususnya pada
peristiwa penembakan terhadap peserta aksi
mogok kerja serikat
pekerja PT. Freeport yaitu :
•
PT. Freeport
harus bertanggungjawab terhadap korban tragedi pelanggaran hak asasi manusia
baik terhadap buruh-buruhya.
•
Mendesak
Negara segera menghentikan tindakan kekerasan dalam penyelesaian konflik dengan
rakyatnya, dan bertanggungjawab terhadap berbagai tragedi kekerasan dan
pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh para aparatusnya.
•
Mendesak
Presiden RI bertanggungjawab terhadap tragedi penembakan yang terjadi terhadap
serikat pekerja PT. Freeport Indonesia. Mencopot Kapolri dan Kapolda Papua atas
tragedi ini dan tindakan repressif lainnya yang dilakukan terhadap rakyat di
berbagai daerah.
•
Mendukung
sepenuhnya perjuangan yang dilakukan oleh Serikat Pekerja PT. Freeport
Indonesia atas hak-haknya.
2.
Perambah
Hutan Di Register 45 Kabupaten Mesuji, Lampung
Kasus :
Kasus pengelolaan lahan
milik adat di areal kawasan Hutan Tanaman Industri Register 45 Way Buaya
tepatnya di Talang Pelita Jaya Desa Gunung Batu. Pemicu konflik terkait perkebunan sawit adalah karena
pihak perkebunan sawit telah merampas dan menguasai tanah warga dalam waktu
yang lama mulai 10 – 17 tahun. Dan warga tidak satu rupiah-pun mendapatkan
manfaat dari hasil kebun sawit itu.
Tindakan sewenang-wenang perusahaan ini
selalu berlindung atas UU perkebunan Nomor 18 tahun 2004. Dimana UU ini telah
memberikan legalitas yang sangat kuat kepada perusahaan-perusahaan perkebunan
untuk mengambil tanah-tanah yang dikuasai rakyat. Pasal-pasal dalam UU ini
dengan jelas memberikan ruang yang besar kepada perusahaan perkebunan baik
swasta maupun pemerintah untuk terus melakukan tindakan kekerasan dan
kriminalisasi terhadap petani.
Solusi :
•
Mendesak DPR
untuk segera melakukan interpelasi
•
Mendesak
Presiden untuk melakukan evalusi terhadap POLRI dan menempatkannya dalam
lingkungan Departemen Dalam Negeri
•
Mendesak
KAPOLRI agar segera menarik seluruh pasukan Brimob dari dalam areal perkebunan
sawit dan menghukum berat pelaku penembakan petani serta tidak terlibat
dalam sengketa agraria
•
Mendesak
POLRI untuk menghentikan proses kriminalisasi terhadap petani di Mesuji dan
memberikan pertanggungan atas seluruh biaya yang ditimbulkan atas para korban
baik yang meninggal dan masih dirawat di rumah sakit
•
Mendesak
Komnas HAM untuk mengumumkan bahwa kasus di Mesuji merupakan pelanggaran HAM
Berat.
•
Mendesak
Presiden untuk segar turun memimpin penghentian tindak pelanggaran HAM disemua
sector.
3.
Kasus Ambon
Tahun 1999
Kasus :
Konflik dan pertikaian yang
melanda masyarakat Ambon-Lease sejak Januari 1999 telah berkembang menjadi aksi
kekerasan brutal yang merenggut ribuan jiwa dan menghancurkan semua tatanan
kehidupan bermasyarakat.
Tidak heran bahwa awal dari kerusuhan ini
tidak lain berawal dari sentimen agama yang diprovokasi oleh masing-masing
agama, mengingat kecenderungan di masing-masing agama sama banyak. Konflik
pertama-tama dipicu oleh kejadian pertengkaran personal antara seorang sopir
angkutan umum dan seorang pemuda yang sudah dianggap biasa oleh masyarakat
Ambon pada umumnya. Ada dua versi, dari Islam dan Kristen, yang beredar di
masyarakat. Pertengkaran personal ini kemudian meluas menjadi pertikaian antar
kelompok agama dan suku yang meledak menjadi kerusuhan.
Solusi :
•
Melakukan penegakan hukum secara tegas dan bijaksana,
tanpa pandang bulu. memberi rasa
adil dan kepuasan dari para korban terhadap mereka yang secara nyata telah
melakukan tindak kriminalitas.
•
Meminta
secara serius perhatian para pemuka agama untuk secara sistimatis melakukan
pelayanan-pelayanan yang bersifat pastoral agar kehidupan umat khususnya para
korban bisa memperoleh penghiburan. Dengan demikian, diharapkan pemulihan
kondisi psikologis ini dapat membantu meredanya keinginan-keinginan balas
dendam.
•
Masyarakat Ambon
juga harus selalu menjaga kesejukan, perdamaian, serta tidak mudah terpancing
oleh desas-desus. Alhasil, masyarakat di sana bisa terhindar dari pertikaian
dan kekerasan.
•
Harus ada
komunikasi yang baik dari semua unsur politik dan kemasyarakatan, ulama, gereja
dan kepemudaan
4.
Kasus Bom
Bali
Kasus :
Kasus Bom Bali juga menjadi salah satu kasus
pelanggaran HAM terbesar di Indonesia. Peristiwa ini terjadi pada 12 November
2002, di mana terjadi peledakan bom oleh kelompok teroris di daerah Legian
Kuta, Bali. Total ada 202 orang yang meninggal dunia, baik dari warga lokal
maupun turis asing mancanegara yang sedang berlibur. Akibat peristiwa ini,
terjadi kepanikan di seluruh Indonesia akan bahaya teroris yang terus
berlangsung hingga tahun-tahun berikutnya.
Korban terbanyak adalah warga Australia yang
sedang berlibur di Bali. Hal ini juga sempat membuat hubungan Indonesia dengan
Australia retak karena pemerintah kita tak kunjung berhasil mengeksekusi mati
pelaku peledakan bom di Bali tersebut.
Solusi :
•
Polisi
sebagai aparat penegak hukum sudah saatnya meningkatkan kualitas intelijennya
untuk menghadapi terorisme yang juga semakin kompleks modus operasinya. Sudah
saatnya polisi maupun pihak terkait memiliki kemampuan untuk mengendus
jaringan-jaringan yang mampu dan memiliki kemungkinan untuk melakukan aksi
terorisme, sehingga penanggulangan yang dilaksanakan bukan hanya reaktif pasca
terjadinya terorisme saja.
•
Dan yang
harus kita ingat bahwa aksi-aksi terorisme tidak bisa hanya dilakukan dengan
cara hard power saja seperti dengan kekerasan untuk menangkap atau
penyergapan teroris, namun dibutuhkan pula cara soft power seperti
sosialisme nilai-nilai pancasila, pemahaman ideologi, melakukan dialog-dialog
dengan kelompok yang memiliki kemungkinan dalam aksi terorisme serta
deradikalisasi.
•
Peran serta
masyarakat, baik masyrakat Indonesia pada umumnya maupun masyarakat Bali pada
khususnya dalam memberantas terorisme juga sangat dibutuhkan. Karena teroris
juga hidup di dalam masyarakat, sehingga seharusnya masyarakat sudah mengenali
sejak awal gerak-gerik serta karakter orang disekitarnya. Kemudian segera
laporkan kepada pihak berwajib apabila terdapat keanehan serta kejanggalan di
sekitar kita. Namun, meskipun demikian pihak yang berwajib tersebut tidak
seharusnya langsung begitu saja menangkap orang yang dicurigai, selidiki dulu
apakah benar mereka adalah teroris. Jangan sampai penangkapan dan penyergapan
teroris menjadi salah sasaran dan melanggar hak asasi manusia.
5.
Tragedi Trisakti
Kasus
:
Ekonomi Indonesia mulai goyah
pada awal 1998, yang terpengaruh oleh krisis finansial Asia sepanjang 1997 - 1999. Mahasiswa pun melakukan aksi demonstrasi
besar-besaran ke gedung DPR/MPR, termasuk mahasiswa Universitas Trisakti.
Mereka melakukan aksi damai dari
kampus Trisakti menuju Gedung Nusantara pada pukul 12.30. Namun aksi
mereka dihambat oleh blokade dari Polri dan militer datang
kemudian. Beberapa mahasiswa mencoba bernegosiasi dengan pihak Polri.
Akhirnya, pada pukul 5.15 sore
hari, para mahasiswa bergerak mundur, diikuti bergerak majunya aparat keamanan.
Aparat keamanan pun mulai menembakkan peluru ke arah mahasiswa. Para mahasiswa
panik dan bercerai berai, sebagian besar berlindung di universitas Trisakti.
Namun aparat keamanan terus melakukan penembakan. Korban pun berjatuhan, dan
dilarikan ke RS Sumber Waras.
Satuan pengamanan yang berada di
lokasi pada saat itu adalah Brigade Mobil Kepolisian RI, Batalyon Kavaleri 9, Batalyon Infanteri 203, Artileri Pertahanan Udara Kostrad, Batalyon Infanteri 202, Pasukan Anti Huru Hara Kodam seta Pasukan Bermotor. Mereka dilengkapi dengan
tameng, gas air mata, Styer, dan SS-1.
Pada pukul 20.00 dipastikan empat
orang mahasiswa tewas tertembak dan satu orang dalam keadaan kritis. Meskipun
pihak aparat keamanan membantah telah menggunakan peluru tajam, hasil otopsi menunjukkan
kematian disebabkan peluru tajam. Hasil sementara diprediksi
peluru tersebut hasil pantulan dari tanah peluru tajam untuk tembakan
peringatan.
Hak Yang Di Langgar :
Salah satu hak
yang dilanggar dalam peristiwa tersebut adalah hak dalam kebebasan menyampaikan
pendapat. Hak menyampaikan pendapat adalah kebebasan bagi setiap warga negara
dan salah satu bentuk dari pelaksanan sistem demokrasi pancasila di Indonesia.
Peristiwa ini menggoreskan sebuah catatan kelam di sejarah bangsa Indonesia
dalam hal pelanggaran pelaksanaan demokrasi pancasila.. Dari awal terjadinya
peristiwa sampai sekarang, pengusutan masalah ini begitu terlunta-lunta. Sampai
sekarang, masalah ini belum dapat terselesaikan secara tuntas karena berbagai
macam kendala. Sebenarnya, beberapa saat setelah peristiwa tersebut terjadi,
Komnas HAM berinisiatif untuk memulai untuk mengusut masalah ini. Komnas HAM
mengeluarkan pernyataan bahwa peristiwa ini adalah pelanggaran HAM yang berat.
Masalah ini pun selanjutnya dilaporkan ke Kejaksaan Agung untuk diselesaikan.
Namun, ternyata sampai sekarang masalah ini belum dapat diselesaikan bahkan
upayanya saja dapat dikatakan belum ada. Belum ada satupun langkah pasti untuk
menyelesaikan masalah ini. Alasan terakhir menyebutkan bahwa syarat kelengkapan
untuk melakukan siding belum terpenuhi sehingga siding tidak dapat
dilaksanakan. Seharusnya jika pemerintah benar-benar menjunjung tinggi HAM,
seharusnya masalah ini harus diselesaikan secara tuntas agar jelas agar segala
penyebab terjadinya peristiwa dapat terungkap sehingga keadilan dapat
ditegakan.
Solusi :
Agar masalah ini dapat cepat diselesaikan, diperlukan partisipasi masyarakat untuk ikut turut serta dalam proses penuntasan kasus ini. Namun, sampai sekarang yang masih berjuang hanyalah para keluarga korban dan beberapa aktivis mahasswa yang masih peduli dengan masalah ini. Seharusnya masyarakat dan mahasiswa tidak tinggal diam karena pengusutan kasus ini yang belum sepenuhnya selesai. Walaupun sulit untuk menuntaskan kasus tersebut secara sepenuhnya, tetapi jika masyarakat dan mahasiswa ingin bekerjasama dengan pihak terkait seharusnya masalah bisa diselesaikan, dengan catatan stakeholder yang bersangkutan harus jujur dalam memberikan informasi. Di luar itu semua, ada hal lain yang sebenarnya bisa diambil oleh masyarakat dan mahasiswa dalam peristiwa tersebut, yaitu semangat melawan pemerintahan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan kehendak rakyat. Walaupun bisa dibilang bahwa Indonesia dari tahun ke tahun terus membaik dan berkembang dari segi pembangunan, tetapi tetap banyak masalah yang sebenarnya bisa terlihat jika kita berbicara dari tentang pemerintahan. Beberapa contoh masalah-masalah pemerintahan yang ada, yaitu korupsi, perebutan kekuasaan untuk kepentingan golongan, berbagai praktik kecurangan dalam menapai kekuasaan, dan masalah lainnya. Dari masalah-masalah tersebut, seharusnya masyarakat dan mahasiswa banyak mengambil peran dalam pengarahan dan evaluasi kepemimpinan. Untuk peran mahasiswa tak dapat dipungkiri akan semakin besar karena di pundak mereka ada sebuah beban tanggung jawab dimana para mahasiswa dituntut harus membentuk pemimpin-pemimpin yang cakap untuk mengelola Indonesia yang lebih baik di masa depan. Agar peristiwa ini tak kembali terulang, Hak kebebasan berpendapat setiap warga negara benar-benar harus ditegakan.
Agar masalah ini dapat cepat diselesaikan, diperlukan partisipasi masyarakat untuk ikut turut serta dalam proses penuntasan kasus ini. Namun, sampai sekarang yang masih berjuang hanyalah para keluarga korban dan beberapa aktivis mahasswa yang masih peduli dengan masalah ini. Seharusnya masyarakat dan mahasiswa tidak tinggal diam karena pengusutan kasus ini yang belum sepenuhnya selesai. Walaupun sulit untuk menuntaskan kasus tersebut secara sepenuhnya, tetapi jika masyarakat dan mahasiswa ingin bekerjasama dengan pihak terkait seharusnya masalah bisa diselesaikan, dengan catatan stakeholder yang bersangkutan harus jujur dalam memberikan informasi. Di luar itu semua, ada hal lain yang sebenarnya bisa diambil oleh masyarakat dan mahasiswa dalam peristiwa tersebut, yaitu semangat melawan pemerintahan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan kehendak rakyat. Walaupun bisa dibilang bahwa Indonesia dari tahun ke tahun terus membaik dan berkembang dari segi pembangunan, tetapi tetap banyak masalah yang sebenarnya bisa terlihat jika kita berbicara dari tentang pemerintahan. Beberapa contoh masalah-masalah pemerintahan yang ada, yaitu korupsi, perebutan kekuasaan untuk kepentingan golongan, berbagai praktik kecurangan dalam menapai kekuasaan, dan masalah lainnya. Dari masalah-masalah tersebut, seharusnya masyarakat dan mahasiswa banyak mengambil peran dalam pengarahan dan evaluasi kepemimpinan. Untuk peran mahasiswa tak dapat dipungkiri akan semakin besar karena di pundak mereka ada sebuah beban tanggung jawab dimana para mahasiswa dituntut harus membentuk pemimpin-pemimpin yang cakap untuk mengelola Indonesia yang lebih baik di masa depan. Agar peristiwa ini tak kembali terulang, Hak kebebasan berpendapat setiap warga negara benar-benar harus ditegakan.
6. Marsinah
Kasus :
Marsinah adalah salah seorang karyawati PT. Catur Putera Perkasa yang aktif
dalam aksi unjuk rasa buruh. Keterlibatan Marsinah dalam aksi unjuk rasa
tersebut antara lain terlibat dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa pada
tanggal 2 Mei 1993 di Tanggul Angin Sidoarjo. 3 Mei 1993, para buruh mencegah
teman-temannya bekerja. Komando Rayon Militer (Koramil) setempat turun tangan
mencegah aksi buruh. 4 Mei 1993, para buruh mogok total mereka mengajukan 12
tuntutan, termasuk perusahaan harus menaikkan upah pokok dari Rp 1.700 per hari
menjadi Rp 2.250. Tunjangan tetap Rp 550 per hari mereka perjuangkan dan bisa diterima,
termasuk oleh buruh yang absen.Sampai dengan tanggal 5 Mei 1993, Marsinah masih
aktif bersama rekan-rekannya dalam kegiatan unjuk rasa dan
perundingan-perundingan. Marsinah menjadi salah seorang dari 15 orang
perwakilan karyawan yang melakukan perundingan dengan pihak perusahaan.
Siang hari tanggal 5 Mei, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. Di tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Mereka dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk kerja. Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah itu, sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap.Mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 8 Mei 1993.
Hak Yang Di Langgar
Siang hari tanggal 5 Mei, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. Di tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Mereka dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk kerja. Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah itu, sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap.Mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 8 Mei 1993.
Hak Yang Di Langgar
Kasus
pembunuhan Marsinah merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.
Alasannya adalah karena telah melanggar
hak hidup seorang manusia. Dan juga karena sudah melanggar dari unsur
penyiksaan dan pembunuhan sewenang-wenang di luar putusan pengadilan
terpenuhi. Dengan demikian, kasus tersebut tergolong patut dianggap kejahatan
kemanusiaan yang diakui oleh peraturan hukum Indonesia sebagai pelanggaran HAM
berat.
Jika merujuk pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD NRI 1945), jelas bahwa tindakan pembunuhan merupakan upaya berlebihan
dalam menyikapi tuntutan marsinah dan kawan-kawan buruh. Jelas bahwa tindakan
oknum pembunuh melanggar hak konstitusional Marsinah, khususnya hak untuk
menuntut upah sepatutnya. Hak tersebut secara tersurat dan tersirat ditegaskan
dalam Pasal 28D ayat (2) UUD NRI tahun 1945, bahwa setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
Solusi
:
Hak
Asasi setiap manusia harus dihargai oleh manusia yang lain yang dalam kasus ini
adalah hak asasi berpendapat dan hak untuk hidup. Selain itu, kasus marsinah
yang tak kunjung usai ini diakibatkan oleh kurangnya transparansi dan
kredibilitas para penyidik. Seharusnya kredibilitas dan transparansi penyidikan
lembaga terhadap suatu kasus haruslah dijaga oleh para penegak hukum sehingga
tercipta keadilan dan ketentraman masyarakat Indonesia
7.
Peristiwa Pembunuhan Munir
Kasus :
Delapan tahun silam,
tepatnya pada 2004, Indonesia dikejutkan oleh meninggalnya seorang aktivis HAM,
Munir Saib Thalib. Kematianya menimbulkan kegaduhan politik yang menyeret Badan
Intelijen Negara (BIN) dan instituti militer negeri ini. Berdasarkan hasil autopsi,
diketahui bahwa penyebab kematian sang aktivis yang terkesan mendadak adalah
karena adanya kandungan arsenik yang berlebihan di dalam tubuhnya. Munir
meninggal ketika melakukan perjalanan menuju Belanda. Ia berencana melanjutkan
studi S2 Hukum di Universitas Utrecht, Belanda, pada 7 September 2004. Dia
menghembuskan nafas terakhirnya ketika pesawat sedang mengudara di langi
Rumania.
Hak Yang Di
Langgar
Hak
yang di langgar dalam kasus munir yaitu karena telah menghilangkan nyawa dengan
sengaja atau sudah melanggar hak untuk hidup. Banyak orang yang terlibat dalam
kejadian itu. Orang pertama yang menjadi tersangka pertama pembunuhan Munir
(dan akhirnya terpidana) adalah Pollycarpus Budihari Priyanto. Selama
persidangan, terungkap bahwa pada 7 September 2004, seharusnya Pollycarpus
sedang cuti. Lalu ia membuat surat tugas palsu dan mengikuti penerbangan Munir
ke Amsterdam. Aksi pembunuhan Munir semakin terkuat tatkala Pollycarpus
‘meminta’ Munir agar berpindah tempat duduk dengannya. Sebelum pembunuhan Munir,
Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang
terdaftar oleh agen intelijen senior. Dan pada akhirnya, 20 Desember 2005
Pollycarpus BP dijatuhi vonis 20 tahun hukuman penjara. Meskipun sampai saat
ini, Pollycarpus tidak mengakui dirinya sebagai pembunuh Munir, berbagai alat
bukti dan skenario pemalsuan surat tugas dan hal-hal yang janggal. Namun,
timbul pertanyaan, untuk apa Pollycarpus membunuh Munir. Apakah dia bermusuhan
atau bertengkar dengan Munir. Tidak ada historis yang menggambarkan hubungan
mereka berdua.
Selidik demi selidik, akhirnya terungkap nomor yang pernah menghubungi Pollycarpus dari agen Intelinjen Senior adalah seorang mantan petinggi TNI, yakni Mayor Jenderal (Purn) Muchdi Purwoprandjono. Mayjen (Purn) Muchdi PR pernah menduduki jabatan sebagai Komandan Koppassus TNI Angkatan Darat yang ditinggali Prabowo Subianto (pendiri Partai Gerindra). Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Deputi Badan Intelijen Indonesia
Selidik demi selidik, akhirnya terungkap nomor yang pernah menghubungi Pollycarpus dari agen Intelinjen Senior adalah seorang mantan petinggi TNI, yakni Mayor Jenderal (Purn) Muchdi Purwoprandjono. Mayjen (Purn) Muchdi PR pernah menduduki jabatan sebagai Komandan Koppassus TNI Angkatan Darat yang ditinggali Prabowo Subianto (pendiri Partai Gerindra). Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Deputi Badan Intelijen Indonesia
Solusi
:
Kasus
Munir merupakan contoh lemahnya penegakan HAM di Indonesia. Kasus Munir juga
merupakan hasil dari sisa-sisa pemerintahan orde baru yang saat itu lebih
bersifat otoriter. Seharusnya kasus Munir ini dijadikan suatu pelajaran untuk
bangsa ini agar meninggalkan cara-cara yang bersifat otoriter k arena setiap
manusia atau warga Negara memiliki hak untuk memperoleh kebenaran, hak hidup,
hak memperoleh keadilan, dan hak atas rasa aman. Sedangkan bangsa Indonesia
saat ini memiliki sistem pemerintahan demokrasi yang seharusnya menjunjung tinggi
HAM seluruh masyarakat Indonesia.
8.
Peristiwa Tanjung Priok
Kasus
:
1. Petugas koramil
menyiram pengumuman yang tertempel di tembok mushala dengan air got (comberan)
2. Pembakaran motor
anggota koramil oleh orang tidak dikenal yang menyebabkan pihak koramil tidak
terima.
Hak Yang Dilanggar
Dibunuhnya jamaah-jamaah pengajian oleh
pasukan ABRI
Solusi
:
1.
Warga seharusnya tidak melakukan demonstrasi karena bisa berakibat pada
kerusuhan.
2.
Jika melakukan demonstrasi, seharusnya kedua belah pihak yaitu ABRI dan warga menahan emosi agar tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
3.
Pelaku pembunuhan (ABRI) wajib diadili dengan seadil-adilnya agar menimbulkan efek jera.
9. Penculikan
aktivis 1997/1998
adalah peristiwa penghilangan orang
secara paksa atau penculikan terhadap para aktivis pro-demokrasi yang terjadi
menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1997 dan Sidang Umum
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tahun 1998 Jakarta Selatan.
Peristiwa penculikan ini dipastikan
berlangsung dalam tiga tahap: Menjelang pemilu Mei 1997, dalam waktu dua bulan
menjelang sidang MPR bulan Maret, sembilan di antara mereka yang diculik selama
periode kedua dilepas dari kurungan dan muncul kembali. Beberapa di antara
mereka berbicara secara terbuka mengenai pengalaman mereka. Tapi tak satu pun
dari mereka yang diculik pada periode pertama dan ketiga muncul.[1]Selama
periode 1997/1998, KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak
Kekerasan) mencatat 23 orang telah dihilangkan oleh alat-alat negara. Dari
angka itu, 1 orang ditemukan meninggal (Leonardus Gilang), 9 orang dilepaskan
penculiknya, dan 13 lainnya masih hilang hingga hari ini.
Solusi
Mendekati Pemilihan Umum 2009, Panitia
Khusus Dewan Perwakilan Rakyat tentang Penculikan Aktivis 1997/1998 hidup lagi.
Pansus juga berencana memanggil Wiranto, Prabowo Subianto, Sutiyoso, dan Susilo
Bambang Yudhoyono yang diduga terlibat dalam kasus itu.
Saat kasus ini terjadi, Jenderal TNI
(Purn) Wiranto menjabat Panglima ABRI/TNI, Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto
sebagai Komandan Jenderal Kopassus, Letjen TNI (Purn) Sutiyoso sebagai Panglima
Kodam Jaya, dan Jenderal TNI Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Assospol
Kassospol ABRI.
28 September 2009, Panitia Khusus
Penghilangan Orang secara Paksa (Pansus Orang Hilang) merekomendasikan
pemerintah, dalam hal ini Kejaksaan Agung, segera membentuk Pengadilan HAM Ad
Hoc untuk mengadili aktor-aktor di balik penculikan aktivis pro demokrasi di
tahun 1998-1999.
10. Pelanggaran HAM
di TIMOR-TIMUR (1974-1999)
Timor Leste adalah negara baru yang
berdiri secara resmi berdasarkan jajak pendapat tahun 1999. Dulunya, ketika
masih tergabung dengan Republik Indonesia bernama Timor Timur, propinsi ke-27.
Pemisahan diri Timor Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa
pembakaran yang dilakukan oleh milisi yang kecewa dengan hasil referendum.
Disebutkan telah terjadi pembantaian
terhadap 102.800 warga Timor Timur dalam kurun waktu 24 tahun, yakni ketika
Timtim masih tergabung dengan Indonesia (1974-1999). Sekitar 85 persen dari
pelanggaran HAM, menurut laporan CAVR, dilakukan oleh pasukan keamanan
Indonesia.
Solusi
Pemerintah
RI mengeluarkan dua opsi pada tanggal 27 Januari 1999 menyangkut masa depan
Timor Timur yaitu menerima atau menolak otonomi khusus, maka pada tanggal 5 Mei
1999 di New York ditandatangani perjanjian antara pemerintah Indonesia dan
pemerintah Portugal di bawah payung PBB, tentang penyelenggaraan jajak pendapat
di Timor Timur termasuk pengaturan tentang pemeliharaan perdamaian dan keamanan
di Timor Timur.
11. Penembakan
Misterius (1982-1985)
Diantara tahun 1982-1985, peristiwa
ini mulai terjadi. ‘Petrus’ adalah sebuah peristiwa penculikan, penganiayaan
dan penembakan terhadap para preman yang sering menganggu ketertiban
masyarakat. Pelakunya tidak diketahui siapa, namun kemungkinan pelakunya adalah
aparat kepolisian yang menyamar (tidak memakai seragam). Kasus ini termasuk
pelanggaran HAM, karena banyaknya korban Petrus yang meninggal karena ditembak.
Kebanyakan korban Petrus ditemukan meninggal dengan keadaan tangan dan lehernya
diikat dan dibuang di kebun, hutan dan lain-lain. Terhitung, ratusan orang yang
menjadi korban Petrus, kebanyakan tewas karena ditembak.
Solusi
Aparat
keamanan di Yogyakarta melakukan Operasi Penumpasan Kejahatan (OPK) terhadap
para gali ini dikarenakan tindak kejahatan para gali sudah sangat keterlaluan,
bahkan masyarakat DIY cenderung lebih takut kepada gali dibanding aparat
kepolisian. Turunnya militer dalam operasi OPK diakui sendiri oleh Letkol M.
Hasbi yang saat itu sebagai Komandan kodim 0734 yang sekaligus merangkap Kepala
Staf Garnisun Yogyakarta.
12. Kasus Penganiayaan Wartawan Udin (1996)
Kasus :
Fuad
Muhammad Syafruddin yang akrab dipanggil Udin (lahir di Bantul, Yogyakarta, 18
Februari 1964 – meninggal di Yogyakarta, 16 Agustus 1996 pada umur 32 tahun)
adalah wartawan Bernas, Yogyakarta, yang dianiaya oleh orang tidak dikenal, dan
kemudian meninggal dunia. Sebelum kejadian ini, Udin kerap menulis artikel
kritis tentang kebijakan pemerintah Orde Baru dan militer. Ia menjadi wartawan
di Bernas sejak 1986.
Selasa
malam, pukul 23.30 WIB, 13 Agustus 1996, ia dianiaya pria tak dikenal di depan
rumah kontrakannya, di dusun Gelangan Samalo, Jalan Parangtritis Km 13
Yogyakarta. Udin, yang sejak malam penganiayaan itu, terus berada dalam
keadaannya koma dan dirawat di RS Bethesda, Yogyakarta. Esok paginya, Udin
menjalani operasi otak di rumah sakit tersebut. Namun, dikarenakan parahnya
sakit yang diderita akibat pukulan batang besi di bagian kepala itu, akhirnya
Udin meninggal dunia pada Jumat, 16 Agustus 1996, pukul 16.50 WIB.
Solusi :
27 November: Iwik divonis bebas! Majelis Hakim
pemeriksa perkara terdiri dari Ny Endang Sri Murwati SH, Ny Mikaela Warsito SH,
dan Soeparno SH. Pertimbangannya, tidak ada bukti yang menguatkan Iwik adalah
pembunuh Udin. Motif perselingkuhan yang dituduhkan selama ini berarti gugur.
Selain itu, keterangan memberatkan dari Serma Pol Edy Wuryanto dalam
persidangan dinyatakan tidak dapat dipakai sebagai alat bukti keterangan.
Selanjutnya muncul tuntutan agar polisi mencari, mengungkap motif, dan
menangkap pelaku pembunuhan Udin yang sebenarnya.
13. Pemberontakan di Aceh / Gerakan Aceh Merdeka
(1976–2005)
Kasus
:
Pemberontakan di Aceh (1976–2005)
Pemberontakan di Aceh dikobarkan oleh Gerakan
Aceh Merdeka (GAM) untuk memperoleh kemerdekaan dari Indonesia antara tahun
1976 hingga tahun 2005. Operasi militer yang dilakukan TNI dan Polri
(2003-2004), beserta kehancuran yang disebabkan oleh gempa bumi Samudra Hindia
2004 menyebabkan diadakannya persetujuan perdamaian dan berakhirnya
pemberontakan. Amnesty International merilis laporan Time To Face The Past pada
April 2013 setelah pemerintah Indonesia dianggap gagal menjalankan kewajibannya
sesuai perjanjian damai 2005. Laporan tersebut memperingatkan bahwa kekerasan
baru akan terjadi jika masalah ini tidak diselesaikan.
Solusi :
Kesepakatan damai dan pilkada pertama
Setelah bencana Tsunami dahsyat menghancurkan
sebagian besar Aceh dan menelan ratusan ribu korban jiwa, kedua belah pihak,
GAM dan pemerintah Indonesia menyatakan gencatan senjata dan menegaskan
kebutuhan yang sama untuk menyelesaikan konflik berkepanjangan ini.[26] Namun,
bentrokan bersenjata sporadis terus terjadi di seluruh provinsi. Karena gerakan
separatis di daerah, pemerintah Indonesia melakukan pembatasan akses terhadap
pers dan pekerja bantuan. Namun setelah tsunami, pemerintah Indonesia membuka
daerah untuk upaya bantuan internasional.
Bencana tsunami dahsyat tersebut walaupun
menyebabkan kerugian manusia dan material yang besar bagi kedua belah pihak,
juga menarik perhatian dunia internasional terhadap konflik di Aceh.
Upaya-upaya perdamaian sebelumnya telah gagal, tetapi karena sejumlah alasan,
termasuk tsunami tersebut, perdamaian akhirnya menang pada tahun 2005 setelah
29 tahun konflik berkepanjangan. Era pasca-Soeharto dan masa reformasi yang
liberal-demokratis, serta perubahan dalam sistem militer Indonesia, membantu
menciptakan lingkungan yang lebih menguntungkan bagi pembicaraan damai. Peran
Presiden Indonesia yang baru terpilih, Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil
Presiden Jusuf Kalla ialah sangat signifikan dalam menangnya perdamaian di
Aceh.Pada saat yang sama, kepemimpinan juga GAM mengalami perubahan, dan
militer Indonesia telah menimbulkan begitu banyak kerusakan pada gerakan
pemberontak yang mungkin menempatkan GAM di bawah tekanan kuat untuk
bernegosiasi. Perundingan perdamaian tersebut difasilitasi oleh LSM berbasis
Finlandia, Crisis Management Initiative, dan dipimpin oleh mantan Presiden
Finlandia Martti Ahtisaari. Perundingan ini menghasilkan kesepakatan damai
ditandatangani pada 15 Agustus 2005. Berdasarkan perjanjian tersebut, Aceh akan
menerima otonomi khusus di bawah Republik Indonesia, dan tentara non-organik
(mis. tentara beretnis non-Aceh) akan ditarik dari provinsi Aceh (hanya
menyisakan 25.000 tentara), dan dilakukannya pelucutan senjata GAM. Sebagai
bagian dari perjanjian tersebut, Uni Eropa mengirimkan 300 pemantau yang
tergabung dalam Aceh Monitoring Mission (Misi Pemantau Aceh). Misi mereka
berakhir pada tanggal 15 Desember 2006, setelah suksesnya pilkada atau
pemilihan daerah gubernur Aceh yang pertama.
Aceh telah diberikan otonomi yang lebih luas
melalui UU Pemerintah, meliputi hak khusus yang disepakati pada tahun 2002
serta hak masyarakat Aceh untuk membentuk partai politik lokal untuk mewakili
kepentingan mereka. Namun, pendukung HAM menyoroti bahwa pelanggaran HAM
sebelumnya di provinsi Aceh akan perlu ditangani.
Selama pilkada gubernur Aceh diadakan pada
bulan Desember 2006, mantan anggota GAM dan partai nasional berpartisipasi.
Pemilihan itu dimenangkan oleh Irwandi Yusuf, yang basis dukungannya sebagian
besar terdiri dari para mantan anggota GAM.
14. Kasus Pembantaian di Bulukumba (2003)
Kasus :
Senin, 21 Juli 2003, sekitar pukul 14:00 Wita, Polres
Bulukumba dengan dukungan personil Brimob Bone, Polres
Bantaeng dan Sinjai sejumlah 320 orang, di Desa Bonto
Mangiring Keb. Bulukumba, melakukan pembantaian
petani/masyarakat adat kajang yang sedang melakukan
aksi untuk memperjuangkan tanah leluhurnya yang
dirampas oleh PT. PP Lonsum sejak tahun 80-an. Akibat
dari aksi brutal aparat kepolisian tersebut, korban
berjatuhan di pihak petani/ masyarakat adat. Laporan
masyarakat menyebutkan lebih 20 orang terluka, 4 tewas
dan puluhan lainnya ditangkapi.
Aksi petani di areal perkebunan yang dikuasai oleh PT.
PP.Lonsum bermula rentetan kasus sebelumnya :
(1). Pada Tahun 1980-an hingga awal tahun 1990, PT.
PP. Lonsum yang didukung oleh pemerintah dan aparat
militer/kepolisian melakukan pencaplokan lahan-lahan
pertanian petani/ masyarakat dibeberapa desa di
Kabupaten Bulukumba.
(2). Pada kasus tersebut, ratusan rumah warga
dihancurkan dan dikuasai oleh PT. PP London Sumatera
untuk ditanami karet.
(3). Pada bulan Maret 2003, kembali PT. PP Lonsum
melakukan pengusuran lahan0lahan warga didesa Bonto
Mangiring, pada saat itu, PT. PP Lonsum melakukan
pembakaran 5 rumah warga dan penembakan orang-orang
PT. PP.Lonsum terhadap warga yang ada disekitar
lokasi. Peristiwa tersebut dilakukan dihadapan
dihadapan aparat yang tidak melakukan apa-apa.
(4). Warga kemudian melaporkan kasus, kepemilikan
senjata oleh sipil (orang lonsum yang benama A. Abd.
Malik) serta pembakaran rumah warga.
(5). Namun aparat kepolisian tidak melakukan tindakan
apa-apa terhadap Lonsum, malah pada tanggal 28 Mei
2003, Aparat kepolisian bersama dengan pimpinan PT.PP.
Lonsum terlihat makan bersama di salah satu restoran
di Kabupaten Bulukumba, dan pada dini harijam 02:00
Wita, aparat kepolisian menangkap 4 orang
petani/masyarakat kajang yang menentang PT.PP.Lonsum,
nama-nama yang ditangkap ( Sampe 45 tahun, Baddu 53
tahun, Sannai 30 tahun, dan Maing 35 tahun).
(6). Sebagai protes atas tindakan kepolisian
menangkapi warga secara semena-mena Petani/ masyarakat
adat melakuka aksi demontrasi pendudukan DPRD selama
10 hari (tanggal 1 s/d 10 Juni 2003). Dan beberapa
wakil petani menghadap pada Wakapolda Sulsel untuk
mempertanyakan tindakan aparat pores Bulukumba.
Namun seluruh upaya, aksi maupun dialog yang dilakukan
masyarakat tidak mendapat tanggapan yang berarti dari
aparat kepolisian meupun pemerintah daerah, kecuali
intimidasi.
Senin, 21 Juli 2003, sekitar pukul 14:00 Wita, Polres
Bulukumba dengan dukungan personil Brimob Bone, Polres
Bantaeng dan Sinjai sejumlah 320 orang, di Desa Bonto
Mangiring Keb. Bulukumba, melakukan pembantaian
petani/masyarakat adat kajang yang sedang melakukan
aksi untuk memperjuangkan tanah leluhurnya yang
dirampas oleh PT. PP Lonsum sejak tahun 80-an. Akibat
dari aksi brutal aparat kepolisian tersebut, korban
berjatuhan di pihak petani/ masyarakat adat. Laporan
masyarakat menyebutkan lebih 20 orang terluka, 4 tewas
dan puluhan lainnya ditangkapi.
Aksi petani di areal perkebunan yang dikuasai oleh PT.
PP.Lonsum bermula rentetan kasus sebelumnya :
(1). Pada Tahun 1980-an hingga awal tahun 1990, PT.
PP. Lonsum yang didukung oleh pemerintah dan aparat
militer/kepolisian melakukan pencaplokan lahan-lahan
pertanian petani/ masyarakat dibeberapa desa di
Kabupaten Bulukumba.
(2). Pada kasus tersebut, ratusan rumah warga
dihancurkan dan dikuasai oleh PT. PP London Sumatera
untuk ditanami karet.
(3). Pada bulan Maret 2003, kembali PT. PP Lonsum
melakukan pengusuran lahan0lahan warga didesa Bonto
Mangiring, pada saat itu, PT. PP Lonsum melakukan
pembakaran 5 rumah warga dan penembakan orang-orang
PT. PP.Lonsum terhadap warga yang ada disekitar
lokasi. Peristiwa tersebut dilakukan dihadapan
dihadapan aparat yang tidak melakukan apa-apa.
(4). Warga kemudian melaporkan kasus, kepemilikan
senjata oleh sipil (orang lonsum yang benama A. Abd.
Malik) serta pembakaran rumah warga.
(5). Namun aparat kepolisian tidak melakukan tindakan
apa-apa terhadap Lonsum, malah pada tanggal 28 Mei
2003, Aparat kepolisian bersama dengan pimpinan PT.PP.
Lonsum terlihat makan bersama di salah satu restoran
di Kabupaten Bulukumba, dan pada dini harijam 02:00
Wita, aparat kepolisian menangkap 4 orang
petani/masyarakat kajang yang menentang PT.PP.Lonsum,
nama-nama yang ditangkap ( Sampe 45 tahun, Baddu 53
tahun, Sannai 30 tahun, dan Maing 35 tahun).
(6). Sebagai protes atas tindakan kepolisian
menangkapi warga secara semena-mena Petani/ masyarakat
adat melakuka aksi demontrasi pendudukan DPRD selama
10 hari (tanggal 1 s/d 10 Juni 2003). Dan beberapa
wakil petani menghadap pada Wakapolda Sulsel untuk
mempertanyakan tindakan aparat pores Bulukumba.
Namun seluruh upaya, aksi maupun dialog yang dilakukan
masyarakat tidak mendapat tanggapan yang berarti dari
aparat kepolisian meupun pemerintah daerah, kecuali
intimidasi.
Dalam perjuangannya melawan PT. PP London Sumatera
Indonesia sejak tahun 1980 hingga sekarang, sekitar
20-an rakyat anti lonsum kabupaten bulukumba sulsel
berupa tindakan intimidasi, penyiksaan penangkapan,
penahan dan penjara.
Siang tadi, senin 21 Juli 2003 sekitar pukul 14:00
wita terjadi penangkapan dan penembaan beberapa warga
kecamatan kajang kebupaten bulukumba. Berikut
kronologisnya ;
Senin pukul 08:00 wita sekitar 1500 warga kajang dan
Bulukumpa berkumpul di kampung ganta desa bontobiraeng
kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba pukul 10:00 wita
massa rakyat memasuki lokasi areal [perkebunan Pt. PP
Lonsum division Bulukumba desa Bontomangiring kec
Bulukumpa yang dirampas perusahaan tanpa HGU puluhan
tahun silam pukul 13:00 wita gelombang pertama anggota
polres Bulukumba memasuki lokasi sedang diduduki massa
rakyat, serangan pertama ini berhasil menangkap 3
orang warga ( AN. Satarian dan istrinya, seorang lagi
yang belum teridentifikasi ) pukul 14:00 wita
gelombang penyerangan kedua, sekitar 12 orang anggota
Polres Bulukumba yang dipimpin oleh Wakapolres AKP.
Gatot Budiwiyono yang dilengkapi senjata menembaki
massa rakyat secara membabi buta.
Dalam insiden ini 5 orang warga terkena peluru
masing-masing:
Timoro>betis-betis
Ansu> Paha Hancur
Sembang> Lengan
Siing > Telapak tangan tembus
Sani > Betis hancur.
Warga Meninggal dalam kejadian tersebut :
Campe> dada tembak
Dg. Sangkala> dada tembak
Indonesia sejak tahun 1980 hingga sekarang, sekitar
20-an rakyat anti lonsum kabupaten bulukumba sulsel
berupa tindakan intimidasi, penyiksaan penangkapan,
penahan dan penjara.
Siang tadi, senin 21 Juli 2003 sekitar pukul 14:00
wita terjadi penangkapan dan penembaan beberapa warga
kecamatan kajang kebupaten bulukumba. Berikut
kronologisnya ;
Senin pukul 08:00 wita sekitar 1500 warga kajang dan
Bulukumpa berkumpul di kampung ganta desa bontobiraeng
kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba pukul 10:00 wita
massa rakyat memasuki lokasi areal [perkebunan Pt. PP
Lonsum division Bulukumba desa Bontomangiring kec
Bulukumpa yang dirampas perusahaan tanpa HGU puluhan
tahun silam pukul 13:00 wita gelombang pertama anggota
polres Bulukumba memasuki lokasi sedang diduduki massa
rakyat, serangan pertama ini berhasil menangkap 3
orang warga ( AN. Satarian dan istrinya, seorang lagi
yang belum teridentifikasi ) pukul 14:00 wita
gelombang penyerangan kedua, sekitar 12 orang anggota
Polres Bulukumba yang dipimpin oleh Wakapolres AKP.
Gatot Budiwiyono yang dilengkapi senjata menembaki
massa rakyat secara membabi buta.
Dalam insiden ini 5 orang warga terkena peluru
masing-masing:
Timoro>betis-betis
Ansu> Paha Hancur
Sembang> Lengan
Siing > Telapak tangan tembus
Sani > Betis hancur.
Warga Meninggal dalam kejadian tersebut :
Campe> dada tembak
Dg. Sangkala> dada tembak
Solusi :
Kelima
korban tersebut, belum dapat tertolong oleh
dokter karena semua jalan masuk kelokasi diblokir oleh
anggota Polres Bulukumba. Salah seorang diantara
korban tertinggal peluru dan belum dapat tertolong.
Polres Bulukumba memblokade semua arah untuk masuk
kelokasi, dengan melibatkan anggota polres dari dua
kabupaten masing-masing Kabupaten sinjai dan Kabupaten
Bantaeng penembakan tersebut memicu kemarahan massa
rakyat yang akhirnya mengusir Wakapolres dan
Anggotanya untuk keluar dari lokasi. Disamping itu
massa rakyat terus melakukan penebangan pohon-pohon
karet dan tetap menguasai lokasi.
dokter karena semua jalan masuk kelokasi diblokir oleh
anggota Polres Bulukumba. Salah seorang diantara
korban tertinggal peluru dan belum dapat tertolong.
Polres Bulukumba memblokade semua arah untuk masuk
kelokasi, dengan melibatkan anggota polres dari dua
kabupaten masing-masing Kabupaten sinjai dan Kabupaten
Bantaeng penembakan tersebut memicu kemarahan massa
rakyat yang akhirnya mengusir Wakapolres dan
Anggotanya untuk keluar dari lokasi. Disamping itu
massa rakyat terus melakukan penebangan pohon-pohon
karet dan tetap menguasai lokasi.
15. Peristiwa
Abepura, Papua (2000-2003)
Kasus
:
Kronologi Kasus Pelanggaran HAM Berat Abepura
7 Desember 2000
Sekitar Pukul 01.30 Wit: Terjadi penyerangan massa terhadap mapolsekta
Abepurayang mengakibatkan seorang polisi meninggal dunia )BribkaPetrus Eppa),
dan 3 orang lainnya luka-luka. Disertai pembakaran ruko yang berjarak 100 meter
dari mapolsek. Terjadi juga penyerangan dan pembunuhan satpam di kantor Dinas
Otonomi Kotaraja.
7 Desemer 2000,
sekitar pukul 02.30: Pasca penyerangan massa ke Mapolsek Abepura, Kapolres
jayapura AKBP Drs. Daud sihombing, SH setelah menelpon Kapolda Brigjen Pol Drs.
Moersoertidarno Moerhadi D. langsung melaksanakan perintah operasi untuk
pengejaran dan penyekatan ke tiga asrama mahasiswa dan tiga pemingkiman
penduduk sipil. Di Asrama Ninmin satuan Mbrimob melakukan
pengrusakan,pemindahan paksa (Involuntary displace persons), ancaman, makian,
pemukulan dan pengambilan hak milik (rigthto property)mahasiswa. Di asrama
mahasiswa. Di asrama Waropen Yapen Waropen satu mahasiswa terserempet peluruh.
Yang lainnya dipukul, ditendang, dan diolempar kedalam truk untuk di bawa ke
mapolsek. Begitu pula penjiksaan dan penagkapan terjadi di asrama IMI (ikatan
mahasiswa Ilaga), penagkapan dan penyiksaan (Persecution) berulang-ulang
terjadi juga di pemingkuman penduduk sipil kampung Wamena di Abepantai dan suku
lani asal Mamberamo di kota raja dan suku yali di skyline. Telah terjadi
pembunuhan kilat(Summary Killing)oleh anggota mbrimib , Elkius Suhuniap,di
skyline. Dan telah terjadi krmatian dalam tahanan Polres Jayapura (dead in
custody) akibat penyiksaan (torture) terhadap Jhoni karunggu dan Orry Dronggi
Pebruari 2001:
Komnas HAM membentuk KPP HAM Abepura, dalam KPP HAM; peristiwa pengejaran dan
penangkapan itu telah terjadi tindakan pelanggaran kemanusiaan
28 Maret 2002:
Pelimpahan berkas KPP HAM Papua/irian jaya dan Tim Tinjak Lanjut KPP HAM
Papua/Irian Jaya
31 Maret 2002:
Kejagung mengirim 20 anggota untuk melakukan penyelidikan di Papua, yang
dipimpin staf ahli Jaksa agung, Umar.
7 Desember 2002:
Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Kasus Abepura membuat pernyataan sikap tentang
proses penyilidikan Kejaksaan Agung Terhadap Insiden Traumatis Abepura 7
desember 2000.
13 November 2002:
Jaksa Agung MA Rachman dengan komisi II DPR hanya menetapkan dua pelaku yaitu
Komisaris Besar Polisi Drs, Johny Wainal Usman sebagai komandan satuan Brimob
Polda Irian Jaya (Waktu Itu) dan ajun Komisaris Besar Polisi Drs. Daud
Sihombing Sebagai pengendali dan pelaksana perintah operasi.
31 Desember 2002:
Koalisi masyarakat sipil untuk kasus abepura membuat pernyataan sikap berjudul;
“penyelidikan kejagu memangkas temuan jumlah pelaku pelanggaranHAM berat
Abepura.
Awal 2003: Tiga
(3) orang korban dari jalan bau, kota raja meninggal. Mereka adalah Epenus
Kogoya, Temandor Kogoya dan Roby Wenda.
17 Februari 2003:
Kejagung telah menyelesaikan berkas kasus pelanggaran Ham berat Abepura papua.
Jaksa Agung RI mengumumkan bahwa penyelidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan
Agung telah lengkap. Disamping itu, jaksa Agung juga menyatakan bahawa mantan
Kapolresta Jayapura AKBP Drs. Daud Sihombing Mantan Komandan Satgas Brimob
Polda Papua Kombes Johny Wainal Usman menjadi tersangka dalam kasus Abepura.
1 Sebtember 2003:
Komunitas korban abepura menulis Surat permohonan terhadap jaksa Agung R.I, M.A
Rahman agar tim penyidik pelanggaran berat mengeluarkan surat dakwaan
yangmencantumkan tuntutan atas kerugianmateril dan immaterial yang dialami dan
harus diganti, khususnya oleh POLRI.
Oktober 2003:
Jaksa agung mengumumkan telah menujukkan 6 orang jaksa untuk menangani kasus
abepura.
3 Sebtember 2003:
Jaksa agung M.a rahman, akhirnya melantik 6 Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kasus
Pelanggaran Berat Abepura Papua di Jakarta.Keenam JPU HAM itu sebagian besar
dari Kejaksaan Tinggi (kejati) Sulawesi Selatan (Sulse) dan hanya 2 yang
berasal dari kejaksaan agung (Kejagung).
31 Maret 2004.
pukul 11.20.Wita: Pelimpahan kasus dari Jaksa Penuntu Umum ke pengadilan HAM
Makassar.
Siang, 31 Maret
2004: paska penyerahan berkas, koalisi masyarakat sipil untuk kasus abepura
melakukan koverensi pers di restaurant New york Chicken Makassar. Mereka
melancarkan protes lantaran kedua tahanan tidak ditahan, dan perlindungan
terhadap saksi tidak jelas.
8 april 2004:
PBHI melayangkan surat kepada Kapolri Jendral polisi bachtiar. Dalam surat
tersebut mempertanyakanpenanganan kasus Abepura yang terkesan terlarut-larut
dan tak ada kepastian.
13 April 2004:
Akibat ketidakmampuan Arnold Mundu Soklayo (sala satu korban) membiayai
kelumpuhan yang di deritanya sehingga meninggal dunia.
13 April 2004:
Ketua Pengadilan negeri Makassar yang sekaligus ketua pengadilam HAM, H andi
Haedar, SH akhirnya menetapkan majelis hakim yang akan menyidangkan kasus
pelanggaran HAM Berat Abepura. Majelis hakim tersebut antara lain;
Jalaluddin,SH (Hakim Ketua), EddyWibisono, SE; SH; MH, (Anggota),Heru
Susanto,SH. Mhum (Hakim Ad Hoc, Anggota), AmiruddinBuraera, SH. ( Hakim AD Hoc,
Anggota), Dan HM Kabul Supriadi, SH. MH (Hakim Ad Hoc, Anggota). Sedangkan
Hakim cadangan adalah Rocky Panjaitan, SH dan Herman Heller Hutapea, SH.
13 April 2004:
Ketua Pengadilan Negeri Makassar yang sekaligus ketua pengadilan HAM, H. Andi
Headar,SH, akhirnya menetapkan majelis hakim yang akan menyidangkan kasus
pelanggaran HAM Berat Abepura. Majels hakim tersebut antara lain; Jalaluddin,
SH (Hakim Ketua, Eddy Wbisono,SE., SH. MH (Anggota), Heru Susanto, SH.
Mhum,Hakim Ad Hoc, Anggota), Amiruddin Buraera, SH. (Hakim AD Hoc, Anggota) dan
HM. Kabul Supriadi, SH.MH (Hakim Ad Hoc, Anggota). Sedangkan hakim cadangan
adalah Rokcy Panjaitan, SH dan Herman Heller Hutapea, SH.
7 Mei 2004:
Digelar sidang perkara Abepura di Makassar . persidangan perdana ini
mendengarkan dakwaan Jaksa penuntut Umum. Untuk trdakwa (Pol) Johny Wainal
Usmanpukul 09.48 Wita, siding diketuai oleh Jalaludin, SH. Dengan tim JPU; Kol
CHK. Aris sudjarwadi (komandan Oditur Militer III-16), Heriyanti , SH . dan H.
Abdul Ruf Kinu, SH. (pengkasi Kejati Sulsel). Setelah membacaan dakwaan, sekitar
5 menit kemudian dilanjutkan denganTerdakwa Kombes (Pol) Daud Sihombing
disidangkan terpissa(displit) dengan majelis hakim yang sama ketua Eddy
Wibisono dan ti JPU terdakwa; H. Burhanuddin Achmad, SH. (Jaksa Senior pada
Aswas kejati Sulsel), Letkol Sus Banbang Ariwibowo (Kepala Oditur Militer
III-17 Manado), Hj.Nurni Farahyanti Lukman, SH.MH. Dan TonagMadjid, SH (Kepala
Kejari Soppeng). Dalam dakwaan Jaksa , kedua Perwira Polisi ini drjerat dengan
dakwaan dan pasal penggaran HAM berat secara berlapis. Pun keduanya mendapat
ancaman hukuman maksimal seumur hidup.
7 Mei 2004:
Gugata Class Action Korban Pelanggaran HAM Abepura dimasukkan dan akan digelar
dalam sidang penggabungandengan siding pidana.
24 Mei 2004:
Berlangsung siding II dengan agenda pembacaan eksepsi. Menurut Tim Penasehat
Hukum(TPH) terdakwa, banyak gugatan yang kabur.
31 Mei 2004:
Sidang III kasus dengan agenda menedengarkan tanggapan JPU ad hoc atas eksepsi
(keberata) Tim Penasehat Hukum terdakwa. JPU membanta TPH; bahwa dakwa telah
sesuai dengan KUHAP.
6 Juni 2004: Tim
Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Kasus Abepura mengeluarkan statemen “Korban
Abepura 7 Desember 2000 Menggugat Hak Reparasi di Pengadilan HAM Tetap Di
Makassar.”
7 Juni 2004:
Sidang pertama gugatan class action oelh Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Kasus
Abepura dengan tergugat dua perwira polri di pengadilan negeri/HAM Makassar.
Dalam Gugatannya, kuasa hukum para penggugat meminta agar kedua tergugat
membayar ganti kerugian kepada para penggugat (wakil kelas). Namun Majeli Hakim
menyatakan class action yang diajukan koerban pelanggaran HAM Abepura tidak
dapat diterima. Pertimbangan Hakim, gugatan pengabungan itutidak diatur secara
khusus dalam UU No. 26 Tahun 2000; dimana kewenanga pengadilan HAM adalah
berdiri sendiri.
8 Juni 2004:
Korban pelanggaran HAM Abepuramengajukan upaya banding setelah gugatan ganti
rugi yang diajukan di pengadilan HAM Makassar oleh Majelis Hakim dinyatakan
tidak dapat diterima. Pernyataan banding kuasa hukum korban diterima oleh
petugas kepaniteraan pidana PN Makassar,M. Ilyas.
9 Juni 2004: Tim
Masyarakat sipil untuk kasus abepura melakukan siaran pers tentang penetapan
pengadilan HAM Mkassar atas penggabungan Gugatan Ganti Rugi Kerugian korban
Peristiwa Abepura.
14 Juni 2004:
Putusan sela dibacakan pada pengadilan lanjutan di pengadilan HAM Makassar.
Majelis hakim ad
hoc menyatakan eksepsi yang di ajukan TPH terdakwa tidak beralasan hukum.
Majelis Hakim juga memandang keberatan TPH terhadap dakwaan jaksa harus di
tolak dan ditangguhkan.
15 Juni 2004: Tim
Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Kasus Abepura memberi keterangan pers berkaitan
dengan Perlindungan Korban Abepura.
28 Juni 2004:
Sidang pengadilan lanjutan di PN Makassar. Dalam siding tersebut,Tim JPU, H.
Rauf Kinu, SH. Mengajukan beberapa saksi.
12 Juli 2004:
Sidang lanjutan kasus pelanggaran HAM Abepura dengan mendengarkan keterangan
saksi. Dalam persidingan tersebut, terdakwa Kombes (Pol) Daud Sihombing
manuding saksi korban Peneas Lokbere (24) memberikan keterangan bohong. Selain
itu, ia mempertanyakan keabsahan foto hasil penyiksaan yang diperlihatkan Jaksa
Barhanuddin di hadapan Hakim Edy.
19 Juli 2004:
Sidang lanjutan kasus Abepura. Amion Karunggu, Saksi dari pihak korban, diminta
untuk ditahan oleh Denny Kailimang, SH. TPH Terdakwa Brijen (Pol) Drs. Johny
Wainal Usman. Pasalnya, Denny Kailimang menilai saksi terlalu berbeli-belit
dalam memberikan keterangan dan selalu berubah-ubah. Namun Hakim Ketua
Jalaluddin tidak mengabulkannya. Selain itu, saksi korban, Matias Heluka
memprotes tindakan PH terdakwa.
26 Juli 2004:
Sidang lanjutan kasus pelanggaran HAM Abepura masi dengan agenda mendengarkan
keterangan saksi korban.
3 Agustus 2004:
Sidang lanjutan kasus pelanggaran HAM Abepura, PH terdakwa menuding saksi
Timotius Wakerkwa berbohong.
16 Agustus 2004:
Sidang lanjutan kasus pelanggaran HAM Abepura. Dalam persidangan kali ini
dihadirkan tiga orang saksi. Keterangan salah satu saksi, Manase Ara yang juga
ketua RT, menyatakan bahwa tidak ada mahasiswa yang terlibat dalam OPM.
30 Agustus 2004:
Sidang lanjutan kasus pelanggaran HAM Abepura. JPU menghadirkan lima orang
saksi. Diantaranya yakni Alex Koba, mantan kapolsek Abepura dan seorang
anggotanya Mesak Keroni. Ketua Majelis Hakim Menegur supaya tidak
berandai-andai dan berumpama dalam memberikan kesaksian.
6 September 2004:
Sidang lanjutan kasus pelanggaran HAM Abepura.
13 Mei 2005:
Sidang lanjutan kasus pelanggaran HAM Abepura dengan agenda pemeriksaan
terdakwa.
1 September 2005:
Sekitar 150 orang dari berbagai elemen mengikuti orasi kemanusiaan di Bundaran
HI Jakarta. Acara yang dimotoro oleh Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Kasus
Abepura menyerukan agar terdakwa kasus pelanggaran HAM itu dijatuhi hukuman
seberat-beratnya.
8 Sebtember 2005:
Majelis Ad Hoc HAM kasus Abepura di Makassar memponis bebas Brigadir Jenderal
(Bridjen) Polisi Johny Wainal Usman (49). Majelis yang diketuai jalaluddin
menyatakan Johny tidak terbukti secara sah bersalah melakukan pelanggaran HAM
Berat di Abepura, Papua.
9 September 2005:
Majelis Ad Hoc HAM kasus Abepura di Makassar memponis bebas Kombes Polisi Drs.
Daud Sihombing, SH. (47) Majelis yang menyatakan Daud tidak terbukti secarah
sahbersalah melakukan pelanggaran HAM di Abepura, Papua.
9 Sebtember 2005:
Perhimpunan Bantuan Hukum Dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) menedesak
Kejaksaan Agung segerah melakukan proses kasasi ke Mahkama Agung sehubungan
keputusan bebas para terdakwa kasus pelanggaran HAAM berat di Abepura.
Koodinator Ekternal PBHI, Henry T. Simarmata menyatakan petimbangan yang
dipakai dalam keputusan hakim menunjukkan bahwa pemahaman dan pengetahuan hakim
terkesan mengunakan prinsip klonial yang jau dari rasa keadilan korban.
Solusi :
22
Sebtember 2005: Berlangsung aksi solidaritas nasional untuk kasus Abepura
(SNUKA) di Papua. Komite aksi ini terdiri dari LBH Papua,ALDP, SKP Keuskupan
Jayapura,JPIC Sinode GKI, KONTRS Papua, ELSHAM Papua, Dewan Adat Papua, LPDAP,
STT GKI, STFT Fajar Timut, AMPTPI, AMP, HMI, Jayapura,PMKRI Jayapura, GMKI
Jayapura, Parlemen Jalanan, Tim Kemanusiaan Papua, Komunitas Survivor Abepura,
Solidaritas Perempuan Papua, LP3A-P, IMM Jayapura, Front Pembebasan Penindasan
Papua, Asrama Ninmin, FNMP, dan DEMMAK
16. Kasus perbudakan buruh panci (2013)
Kasus
:
Kampung
Bayur Opak RT 03/06, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten
Tangerang, terkuak setelah dua buruh yang bekerja di pabrik itu berhasil
melarikan diri. Andi Gunawan (20 tahun) dan Junaidi (22) kabur setelah tiga
bulan dipekerjakan dengan tidak layak. Dalam waktu enam bulan dia bekerja di
pabrik milik Juki Hidayat itu, tidak sepeser pun uang yang diterima para
buruh.
Setiap
hari, para buruh harus bekerja lebih dari 12 jam untuk membuat 200 panci. Jika
tidak mencapai target, lanjutnya, para pekerja akan disiksa dan dipukul. Para
pekerja yang rata-rata berumur 17 hingga 24 tahun ini hanya memiliki satu baju
yang melekat di tubuh, karena menurutnya baju, ponsel dan
uang yang mereka bawa dari kampung disita oleh sang majikan ketika baru
tiba di pabrik tersebut. Para pekerja diiming-imingi mendapat gaji Rp 600 ribu
per bulannya. Kondisi bangunan di sana sangat memprihatinkan, tidak layak
untuk ditiduri. Para pekerja sering diancam oleh mandor-mandor dan bos Juki,
akan dipukuli sampai mati, mayatnya langsung mau dibuang di laut kalau jika
macam-macam di sana.
Pabrik
Panci Tempat Perbudakan Buruh Tangerang Rumah mewah bertingkat dua dengan pilar
menjulang hingga ke balkon dan rumah kumuh bertingkat dua dengan
berkarung-karung tanah liat menutupi daun pintu. Dua tempat kontradiktif itu
beberapa hari belakangan sejak Jumat, 3 hingga Senin, 6 Mei 2013 menjadi tempat
"wisata" baru bagi masyarakat Tangerang dan sekitarnya. Masyarakat
sejak pagi, siang hingga malam berduyun-duyun masuk ke Kampung Bayur, Desa
Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur itu. Orang-orang itu baik jalan kaki atau
berkendaraan lalu-lalang ke rumah dan pabrik panci itu. Sebagian lain
duduk-duduk di pinggir jalan kecil, dan sebagian besar lainnya berdiri menyemut
di depan pabrik.
Masyarakat
terenyak, kaget dan syok menyaksikan dengan mata kepala sendiri kondisi di
dalam pabrik panci yang menjadi ajang perbudakan buruh itu. Selain penasaran,
beragam motif masyarakat mengunjungi pabrik panci itu. Ada yang sekadar
menonton, ada yang nekat menerobos masuk untuk melihat kamp perbudakan buruh
yang pengap di belakang rumah. Adapula warga yang berbisik-bisik melihat
kuburan bernisan merah di samping kamp buruh di belakang rumah mewah itu. Soal
kuburan, polisi menjelaskan dari keterangan saksi yang sudah diperiksa bahwa
kuburan itu adalah makam Amalia, anak kedua Yuki yang meninggal kala berusia 3
tahun akibat muntaber. Kepolisian Resor Tangerang memasang garis kuning polisi
di depan rumah Yuki Irawan, 41 tahun. Yuki adalah bos pabrik panci yang telah
menyekap 34 buruh, terdiri dari 25 buruh di Sepatan dan 9 buruh di Dadap,
Kosambi. Pemasangan garis polisi lantaran massa merusak pagar besi rumah mewah
itu. Polisi kini juga menjaga ketat pabrik panci demi menghindari kerusakan
lebih parah. Penyelidikan terhadap kasus pabrik panci masih berlanjut. Namun,
hingga kini wartawan belum bisa mewawancarai Yuki.
Sebelumnya,
di Polres Tangerang, Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto
menjelaskan masih butuh keterangan Yuki untuk kepentingan penyidikan. Itu
sebabnya Yuki belum bisa dimintai keterangan kepada publik. Kepala Bagian
Penerangan Umum Markas Besar Polri, Komisaris Besar Agus Rinto, mengatakan, tim
Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) mengusut dugaan keterlibatan personel
kepolisian dalam kasus perbudakan buruh pabrik panci di Kampung Bayur Opak,
Desa Lebak Wangi, Sepatan, Kabupaten Tangerang. Pada Senin kemarin, 6 Mei 2013,
tim Propam memeriksa dua polisi yang diduga terlibat. Agus enggan membeberkan
kedua nama anggota kepolisian itu serta asal kesatuannya. Pemeriksaan bermula
dari adanya informasi keterlibatan personel kepolisian dalam kasus penganiayaan
dan penyekapan buruh di Tangerang. Ketua Komisi untuk Orang Hilang dan Korban
Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, menyebutkan, ada dua anggota Brigade
Mobil yang diduga terlibat dalam penyekapan dan penyiksaan buruh tersebut.
Menurut pengakuan korban, kedua oknum Brimob ini menjadi alat intimidasi oleh
pemilik pabrik beserta centengnya. Sembilan buruh yang disekap dan diperlakukan
seperti budak di Sepatan, Tangerang, Banten mengaku sering diawasi oleh
sejumlah pria berseragam mirip seragam kesatuan saat mereka bekerja. Keberadaan
pria bersenjata api laras panjang itu membuat para buruh merasa ciut nyalinya
untuk melawan.
Andi,
warga Blambangan, Kecamatan Blambangan Pagar, Kabupaten Lampung Utara
meloloskan diri melalui lobang selokan rumah yang dijadikan pabrik panci itu.
Usai berhasil keluar dari kompleks, dia bersembunyi di sebuah bangunan kosong
hingga menjelang malam. Akibat penyekapan yang berlangsung selama tiga bulan
itu, membuat Andi trauma. Bekas luka terbakar masih terlihat di kedua telapak
tangan dan kakinya. Dia berharap aparat keamanan mengusut tuntas dan menghukum
berat cukong dan semua yang terlibat. Andi berangkat bersama sembilan rekan di
desanya tiga bulan lalu. Mereka diajak oleh seorang perekrut tenaga kerja
bernama Taufik asal Sumatera Selatan. Sembilan orang yang dipekerjakan dan
tanpa diupah itu adalah Adi Putra, 23 tahun, Andi Gunawan (20), Rizal (19),
Junaidi (22), dan Madjid (20). Selain itu juga ada Miswanto (20), Ervan (21),
Iwan Kurniawan (19), dan Sarifudin
Solusi :
kesemuanya warga Blambangan Pagar, Kabupaten
Lampung Utara. Kasus penyekapan dan penyiksaan puluhan buruh pabrik pembuatan
panci dan kuali di Tangerang itu terungkap atas laporan Junaidi dan disusul
Andi Gunawan. Keduanya berhasil melarikan diri lalu melapor ke aparat
kepolisian dan pamong desa di kampung halaman mereka. Kepolisian Daerah Lampung
bekerjasama dengan Kepolisian Resor Tangerang dan Polda Metro Jaya menggerebek
tempat itu. Kepolisian Resor Kota Tangerang menggerebek CV Cahaya Logam,
produsen panci, dan menemukan 25 buruh disekap di area pabrik.
17. Peristiwa 27 Juli (1996)
Kasus
:
Peristiwa
ini disebabkan oleh para pendukung Megawati Soekarno Putri yang menyerbu dan
mengambil alih kantor DPP PDI di Jakarta Pusat pada tanggal 27 Juli 1996.
Massa
mulai melempari dengan batu dan bentrok, ditambah lagi kepolisian dan anggota
TNI dan ABRI datang berserta Pansernya. Kerusuhan meluas sampai ke jalan-jalan,
massa mulai merusak bangunan dan rambu-rambu lalu-lintas.
Dikabarkan
lima orang meninggal dunia, puluhan orang (sipil maupun aparat) mengalami
luka-luka dan sebagian ditahan. Menurut Komnas Hak Asasi Manusia, dalam
peristiwa ini telah terbukti terjadinya pelanggaran
18. Kasus Dukun
Santet di Banyuwangi (1998)
Kasus
:
Peristiwa
beserta pembunuhan ini terjadi pada tahun 1998. Pada saat itu di Banyuwangi
lagi hangat-hangatnya terjadi praktek dukun santet di desa-desa mereka. Warga
sekitar yang berjumlah banyak mulai melakukan kerusuhan berupa penangkapan dan
pembunuhan terhadap orang yang dituduh sebagai dukun santet. Sejumlah orang
yang dituduh dukun santet dibunuh, ada yang dipancung, dibacok bahkan dibakar
hidup-hidup. Tentu saja polisi bersama anggota TNI dan ABRI tidak tinggal diam,
mereka menyelamatkan orang yang dituduh dukun santet yang masih selamat dari
amukan warga.
19. Pembantaian
Massal Komunis/PKI (1965)
Kasus
:
Pembantaian
ini merupakan peristiwa pembunuhan dan penyiksaan terhadap orang yang dituduh
sebagai anggota komunis di Indonesia yang pada saat itu Partai Komunis
Indonesia (PKI) menjadi salah satu partai komunis terbesar di dunia dengan
anggotanya yang berjumlah jutaan. Pihak militer mulai melakukan operasi dengan
menangkap anggota komunis, menyiksa dan membunuh mereka. Sebagian banyak orang
berpendapat bahwa Soeharto diduga kuat menjadi dalang dibalik pembantaian 1965
ini. Dikabarkan sekitar satu juta setengah anggota komunis meninggal dan
sebagian menghilang. Ini jelas murni terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia
20. Konflik Berdarah Poso (1998)
Kasus :
Awal konflik Poso terjadi setelah pemilihan
bupati pada desember 1998. Ada sintimen keagamaan yang melatarbelakangi
pemilihan tersebut.
Kalau
dilihat dari konteks agama, Poso terbagi menjadi dua kelomok agama besar, Islam
dan Kristen. Sebelum pemekaran, Poso didominasi oleh agama Islam, namun
setelah mengalami pemekaran menjadi Morowali dan Tojo Una Una, maka yang
mendominasi adala agama Kristen. Selain itu masih banyak dijumpai penganut
agama-agama yang berbasis kesukuan, terutama di daerah-daerah pedalaman. Islam
dalam hal ini masuk ke Sulawesi, dan terkhusus Poso, terlebih dahulu. Baru
kemudian disusul Kristen masuk ke Poso.
Keberagaman
ini lah yang menjadi salah satu pemantik seringnya terjadi pelbagai kerusuhan
yang terjadi di Poso. Baik itu kerusuhan yang berlatar belakang sosial-budaya,
ataupun kerusuhan yang berlatarbelakang agama, seperti yang diklaim saat
kerusuhan Poso tahun 1998 dan kerusuhan tahun 2000. Agama seolah-olah menjai
kendaraan dan alasan tendesius untuk kepentingan masing-masing